Tuesday, 17 May 2011
... Karena Allah Semua Menjadi Indah ...
Bismillahir-Rahmanir-Rahim....
Hasan perlahan membuka pintu depan, dia tidak ingin membangunkan istri dan kedua anaknya yang tertidur di ruang tengah. Dilewatinya ruang tengah tanpa mengeluarkan suara sedikitpun, langsung menuju tempat wudhu untuk menyegarkan tubuh yang lelah setelah seharian bekerja.
Setelah mengganti pakaiannya, dia kembali ke ruang tengah. Dibawakannya selimut berwarna merahmuda, warna favorit sang istri yang saat ini lelap tertidur memeluk kedua anaknya. Dipandangnya wajah muslimah yang sudah 10 tahun menemani perjalanan hidupnya. Diusapnya kening yang berwarna kekuningan dan dikecupnya dengan lembut dan perlahan.
“Eggh..Bi..sudah pulang..?” sepatah kata terucap dari lisan nida. Matanya masih terpejam dan sedikit mengubah arah tidurnya.
“Ya..ini abi, sayang” jawab hasan pelan sambil mengusap jilbab putih dengan corak hitam di ujung-ujungnya. matanya pun tak kuasa hanyut meneteskan air mata, air mata bahagia, menatap wajah istri dan kedua anaknya yang sedang nyenyak terlelap....
“Astaghfirullah Bi, ya Allah maaf nida ketiduran, ya Allah sudah jam 12 malam, abi sudah makan..?” jawabnya cepat-cepat membuat dirinya dalam keadaaan sadar. Perasaan bersalah pun muncul membiarkan suaminya yang lelah dari bekerja dalam keadaan sendiri. Sepiring lauk-pauk dan pisang goreng di meja makanpun kini tinggal piringnya saja. Kali ini dia merasa serba salah di hadapan suaminya
“ sudah Mi nggak papa, iya Abi tadi sepulang dari kerja langsung mengikuti agenda rutinan, jadi pulangnya agak malam. Sudah yuk sekarang mendingan kita bawa mida dan aiman masuk ke kamarnya, kalo disini pasti digigit nyamuk nakal he..he..”
“tapi..Abi mau maafin umi khan..?” sepatah kata itupun terucap seraya menunjukkan wajah bersalah seorang istri yang tidak menyambut kepulangan suaminya.
Hasan pun tersenyum menatap wajah istrinya yang mengadu, diapun mengusap kening sang istri dan mengecupnya dengan lembut. “apa sich yang tidak buat istriku.”jawabnya pelan membisik di telinga sang istri. Sebuah kata yang sederhana tapi mampu membuat dunia serasa merona merah muda. Nida pun membalas senyum lelaki berkacamata minus yang ada di depannya dan dengan dekapan hangat dia memeluk lelaki yang telah dipilihnya sebagai Imam untuk kehidupan dunia akhiratnya. subhanallah
Keesokan harinya...
Pagi hari Nida mulai menjahit beberapa pesanan sekolah di dekat tempat tinggalnya. Setelah 5 tahun menikah, dia memutuskan untuk menerima pesanan jahitan pakaian dan katerring. Hitung-hitung untuk menambah biaya hidup keluarga. Yang terpenting apa yang dilakukannya ini adalah untuk kebaikan dan untuk ridho Allah SWT yang merahmati istri yang meneguhkan perjuangan suaminya.
Hari ini wajahnya berbinar cerah, dia merasa sebagai istri yang paling disayangi di dunia (perasaan aja). 10 tahun sudah rumah tangga dilalui, sang suami sama sekali tidak pernah marah, bahkan sangat lembut dan ramah kepadanya. Diapun bersyukur atas rahmat yang satu ini. tiap pagi dan pulang kerja simbol kehamonisan yang mereka jaga adalah kecupan manis di kening dan dekapan lembut penuh kehangatan, sebagai usaha untuk mencapai barokah Allah atas apa yang mereka jalani. Kehidupan sederhana sangat cukup untuk mengingatkan mereka akan dzat yang Maha Menyayangi hamba-hambaNya yang selalu besyukur
Dia pun tersenyum sendiri menyelami segala pikirannya tertuju pada perjalanan biduk rumah tangga, hingga akhirnya dering telpon di ruang tamu berbunyi.
“ Assalamualaikum…”
“walaikumsallam..ini Ibu Nida..”
“ya..ini Nida, maaf dengan ibu siapa ya..? pastinya yang nelpon bukan dari teman satu halaqoh, atau rekan-rekan ex aktivis mahasiswa
“ini temannya pak Hasan bu, tadi pagi saya melihat pak hasan masuk ke ruangan ibu sinta, sepertinya ada perbincangan yang srius. Kemarin sore juga pak hasan lama di kantor sambil ngobrol dengan ibu sinta, sebenarnya ada apa bu ya..?” kata si penelpon dengan nada yang sedikit heboh
“egh..maaf saya nggak tahu, suami saya nggak pernah memberitahu saya..emangnya ada hal penting apa bu ya..?”
“Hmm..tuh khan, hati-hati lho bu, bu sinta itu kan kepala ruangan kami , tau nggak wajahnya bu sinta itu mirip artis yang sering muncul jadi iklan salah satu telpon seluler lho. Khawatir aja kalo-kalo ada hal yang nggak diinginkan, lagian pak hasan kan orangnya baik, ramah dan ganteng lagi, trus penggemarnya banyak, apalagi disini banyak karyawati muda, yah titip pesan aja bu dijaga suaminya…ntar..takutnya..tau sendiri khan he..he sudah dulu ya, meleikum”.
Waalaikumsallam, nida membalas salam tadi dnegan berat hati. Tak kuasa air matanya berhambur membasahi jilbab putih pemberian suaminya di hari lahirnya dulu. Astaghfirullahaladzim, apa yang sesungunya diinginkan oleh ibu ini..?ada apa dengan mas hasan? Apa yang sedang terjadi..? kenapa mas hasan nggak pernah cerita..? BU sinta siapa dia..? mas..kenapa kamu belakangan ini sering pulang larut malam..?
Hati Nida berkecamuk, segala bayangan mengenai suaminya mulai bercampur aduk dalam pikirannya. Kali ini rasa marah benar-benar memuncak berkecamuk serasa ingin keluar menyambar siapa saja yang ditemuinya. Lisannya tidak berhenti untuk beristighfar menenangkan hatinya, dia teringat amplop merah muda yang dulu pernah diberikan suaminya kepadanya. Yah dia ingat itu juga pemberian kepala ruangan. Ya Allah ada apa dengan suamiku..? tangis Nida semakin menjadi menghentikan segala aktifitas yang dilakukannya sedari tadi.
Diapun beranjak menuju kamarnya. Hari ini tidak masak dan tidak ada juga yang lainnya. Dia masak buat kedua anaknya aja, pikirnya si suami juga paling sudah makan di kantor. Lihat aja belakangan ini masakan buatannya nggak pernah disentuh. Belum lagi telpon sering berdering dari mahasiswi kampus mencari dan meminta suaminya untuk menjadi pembicara kajian atau pelatihan, apa nggak ada ikhwan yang berani nelpon suaminya, apa kenalan suaminya hanya akhwat aja.
Segala prasangka tertumpah dalam lautan emosi irrasional. Diapun menangis tak kuasa menahan gundah di hatinya. Segala rasa tidak mampu dibendungnya hingga lambat laut kantuk pun tak kuasa di tahannya, meski kedua anaknya mendapatinya tertidur lemas di tempat tidur dengan bekas tangis di kedua matanya.
Sore hari “assalamualaikum, umi..”sapa hasan masuk membawa sebungkus roti bakar hangat.
“kedua anaknya pun berlari ke arahnya dengan tawa yang ceria”namun ada satu yang nggak biasa tidak hadir, istrinya.
“umi mana nak..?” tanya Hasan pelan seraya tersenyum pada kedua anaknya.
“umi di dalam kamar, tidur, badannya panas lho bi.umi sakit ya,.,?”
“wah yuuk kita liat, mungkin umi kecapean” balas hasan sekedarnya, agar kedua anaknya tidak panik.
Hasan melihat istrinya tertidur dengan bekas bengkak di kedua matanya. Jilbab yang dikenakannya pun tampak semerawut dengan basah di permukaannya. Beberapa barang yang terletak di meja tidur sedikit berantakkan, dan suhu tubuhnya memang serasa panas.
Ya Allah ada apa dengan istriku..? tanya hasan dalam hati. Disentuhnya kening istrinya, dirasakannya panas. Dia pun diam sejenak, dipandanginya wajah istrinya yang memerah. Kemudian pandangannya dialihkan kepada kedua anaknya yang sedari tadi membisu melihat kerutan kening di dahi sang ayah.
“nak main di kamar ya, terus bobok ntar abi sama umi ke sana ya..” kedua anaknya pun langsung berpamitan.
“Assalamualaikum..” seru hasan membisik di telinga istrinya.
Ya Allah aku memohon kepadaMu atas kebaikannya dan kebaikan wataknya dan aku berlindung kepadamu atas keburukan dan keburukkan waktaknya.
Dia pun terdiam melihat sang istri tidak membalas salamnya.
“Nida sayang..mas tau kamu tidak tidur, 10 tahun bukankah waktu yang cukup untuk mengenali pasangan yang diberikan oleh Allah pada kita. Jika ada yang kurang berkenan, kamu boleh marah tapi untuk sebuah salam dijawab ya sayang..”tegur hasan lembut sambil kembali mendekatkan diri di telinga istrinya,
“Assalamualaikum..”
Serta merta air mata nida keluar, berhambur, badannya gemetar
Dan lisannya pun terbata menjawab salam dari suaminya “walaikumsallam mas..”
Bangun yuuk..apa yang membuat nida gelisah..? tanya hasan tidak mengerti apa yang terjadi pada istrinya. Meskipun dia memahami pasti ada yang harus dibenarkan.
Nida pun bangkit untuk duduk dan bersandar di tempat tidur. Dia menoleh ke jendela yang belum tertutup, di luar sana terlihat gunung yang gelap kebiruan dan angin malam yang serasa dingin membujur.
“mas…ada yang mas rahasiakan ya dari Nida..?”masih tidak menatap wajah suaminya
“ada apa Nid..?”
“sudah mas..jawab saja apa yang nida tanyakan, nggak perlu berbasa-basi, mas ada hubungan apa dengan mahasiswi kampus..?, karyawati kantor dan ..bu..bu sinta yang cantik itu..?”tanya Nida nyerocos dengan cepat, selimut ditangannya digenggamnya dengan keras menunjukkan emosi yang masih terasa di dadanya.
“lho kok..astaghfirullahaladzim” hasan pun mulai sadar apa yang telah terjadi. Dia baru mulai merasakan perasaan naluriah yang sedang dialami istrinya. Diapun mengambil posisi duduk di dekat sang istri.
“emang umi tahu bu sinta dari mana, terus mahasiswi mana yang sering nelpon abi, trus karyawati mana yang sering berhubungan dengan abi..?” hasan kembali bertanya dengan pelan
Nida menatap suaminya dengan mengernyitkan dahinya dan seraya menahan namun akhirnya dia pun mengatakannya dengan cepat
“mas…belakangan ini mas ngakunya sering rapat, makan di luar terus pulang malam, mas pasti makan berdua dengan bu sinta itu kan..?ngaku aja mas, nida nggak marah kok. Terus mas ngisi kajian di kampus sudah jarang bawa umi,tiba-tiba aja si mahasiswi kampus bolak-balik nelpon mas, kenapa..? pasti umi ganggu mas hasan kan. Trus..”
“sssst…” tegur hasan memutus perkataan sang istri
“istighfar umi..istighfar..mohon ampun pada Allah atas yang umi katakan, abi tidak sepert itu. Ya Allah mi, ayo sekarang ambil air wudhu, terus kita sholat dua rakaat”
Nida pun kaget mendengar permintaan suaminya yang mulai tegas. Tanpa banyak berbicara dia mengikuti suaminya, meskipun di hatinya banyak pertanyaan serius dan butuh mendapatkan jawaban yang panjang pula.
Selesai menunaikan shalat dua rakaat, hasan pun melirik istrinya. Nida melepas mukenahnya dan balas gugup menatapnya. Seketika itu pula hasan tersenyum manis kepadanya. Mendapati senyum suaminya itu nida menunduk. Wajahnya memerah, jari-jemarinya mulai menggumpal-gumpal bagian mukenah yang ada di tangannya.
“dik..sesungguhnya setan apa sich yang mengacaukan pikiran kita saat ini, setan apa yang berani menyampaikan kabar buruk yang bisa meretakkan hubungan yang selama ini kita jalin. Syukur Allah masih memberikan kesempatan kepada kita untuk duduk bersama dan menunaikan sholat dua rakkat kepadanya. Tapi bagaimanapun kamu berhak untuk bertanya dan mas pun berhak dan berkewajiban untuk menjawab dan meluruskan semuanya” jawab hasan menatap langit-langit kamar yang putih polos
Nida pun menunduk, perasaan bersalah mulai muncul dalam dirinya, meskipun di sisi lain dia merasa dia berhak untuk marah dengan ketertutupan suaminya. Namun benar, apalah jadinya jika Allah tidak melindungi keduanya, mungkin bisa jadi setanlah yang gembira atas emosi dan hawa nafsu yang berhasil disulutnya,
“Nid, kamu ingat ibu berusia 30an yang dulu pernah datang ke rumah kita membawa bayi mungil, waktu itu kamu mengandung aiman dan kakaknya pun masih kecil dalam pangkuan kita. Ibu itu menangis tersedu-sedu sampai dia tidak sempat mengenalkan diri kepadamu..”
“ya…”jawab nida singkat
“itulah bu sinta, wanita yang sudah sekian tahun ditinggal suaminya. Dia menangis karena mendapati suaminya menyeleweng dengan gadis abg. Dan gadis ABG tersebut datang ke rumahnya membawa bayi yang tidak bersalah atas perbuatan nista mereka”
Nida pun mengamati perkataan hasan dengan serius, kali ini emosinya mulai mereda.
“nah semenjak itulah abi dan rekan-rekan kantor yang tahu berusaha mensupport bu sinta untuk membesarkan anak itu. Tidak banyak yang tahu hanya mas hasan dan mas ayib. beliau yang mengantarkan bu sinta ke rumah kita.
kita memahami bahwa sang anak dalam kondisi tidak bersalah bahkan anak itupun suci terlepas dari hal perbuatan noda orang tuanya, dan sepatutnya kita yakin bahwa Allah telah mengatur segalanya, hanya saja mas dan mas ayib sepakat untuk terus mensupport bu sinta agar sabar dan bersyukur dengan apa yang telah terjadi. Kita biasa berdua mengingatkan sebagaimana muslim mengingatkan saudaranya yang lain untuk khusnudzon kepada Allah SWT”
“bukankah..ada ukhti lila di kantor, diakan muslimah, kenapa harus mas..?”
“kami diminta untuk menjaga kerahasiaan itu Nid. Lagipula semenjak kejadian tersebut bu sinta memutuskan untuk menjadi muallaf. Subhanallah anak yang dipeliharanya membawakan hidayah Allah yang begitu besar yaitu islam. Bu sinta belum siap ini diketahui semua orang. Namun mas menyadari bahwa yang mas lakukan bisa memberikan efek buruk, sehingga mas mulai membangun komunikasi perlahan dengan ukhti lila, teman nida di kampus dulu. Mas rencananya mau ngajak kamu silaturrahim ke bu sinta dan lila tapi kayaknya gosip kedahuluan nyampe di rumah kita..”hasan berhenti berkata seraya beristighfar.
Nida pun mulai merasa bersalah atas kesalahpahaman ini. dia merasakan cemburu yang teramat sangat dalam dirinya. Sesuatu yang tidak pernah dirasakannya sebelumnya. Diapun mendekat kepada suaminya dan menatap wajah hasan lebih dalam.
Hasan menoleh sehingga terlihat jelas gurai air mata yang membasah di pelupuk matanya. Nida yang melihatnya kembali tidak tahan menahan tangisnya. Namun saat ini tangisnya adalah tangis permohonan maaf yang dalam atas dirinya yang mengikuti bisikan setan, buruksangka terhadap orang yang menyayanginya.
“nid..mengapa mahasiswi di kampus itu sering menelpon mas, justru bukan karena ada hubungan spesial, tapi memang dia adalah PJ acara. Kita perlu berkhusnudzon dengan mereka Nid. Bisa jadi yang ikhwan sudah banyak mendapatkan amanah dan akhirnya yang akhwat harus lebih inisiatif untuk saling membantu dalam menjalankan dakwah. Lagipula tidak ada salahnya selama hanya memberitahukan jam acara, tema dan tempat pelaksanaan, bener nggak..”
Nida pun tersenyum malu mengingat cemburu yang nggak ada data dan fakta yang riil. Untung si suami terbiasa komunikatif kalau nggak bisa bahaya. Diapun mengangguk.
“tapi abi senang umi mengingatkan walaupun caranya agak ekstrim pake nggak masak segala, padahal ini perut keroncongan memang sengaja nggak makan di kantor, kangen masakan umi..he..he.”
“lho abi belum makan..aduuuh tambah salah dua kali lipat nih, ya Allah begini nih jeleknya manusia, katanya mau masuk surga tapi mengerti kondisi suami aja nggak..”
“huss..sudah nggak papa, ntar aja makannya. Abi jadi teringat pesan Allah bahwa anak, istri, harta dan semuanya adalah amanah dari Allah dan semuanya adalah titipan. Semuanya juga bisa menjadi ujian di kemudian hari. Yang kita rasakan ini salah satunya…”hasan berhenti berbicara. Nida pun menunggu kalimat selanjutnya
“karena semuanya adalah titipan dariNya dan sewaktu-waktu menjadi ujian maka sewajarnya sejak saat ini kita dan kedua anak kita mulai belajar lebih mencintai Allah daripada lainnya. Cinta umi kepada abi kalau besarnya melebihi cinta umi pada Allah justru akan membawa mudharat bila ujian Allah datang. Dan kita harus ingat bahwa Allah akan menguji hamba-hambanya yang sholeh, ujian dari Allah adalah sesuatu yang haq dan jelas Allah akan mengujinya. Karena surga hanya akan dimasuki oleh orang-orang yang lolos seleksi dari ujian tersebut.” jawab hasan ramah sambil memandang istrinya.
“ya..umi minta maaf sudah nuduh yang nggak-nggak. Ini mungkin karena kekhawatiran umi bila abi ada knapa-knapa di luar sana, umi ngaku dech kalo cemburunya berlebihan, tapi kalo udah gini umi jadi lega, alhamdulillah”
“iya lagian umi pake nuduh ada hubungan spesial dengan mahasiswi segala, akhwat lagi. Nati juga kalau ada umi akan abi kasi tau dech..he..he”
“hheeee..awas yaaa..” keduanya pun bersenda gurau selepas ujian yang mendera.
“trus…”
“apa..trus apa umi?..”tanya hasan bingung dengan tingkah istrinya.
“apa yang harus umi lakukan biar abi ikhlas maafin umi..?’
Hasan pun tersenyum di depan istrinya. Nida pun menangkap maksud dari hasan. Hasan pun mendekat dan mengecup kening istrinya dengan lembut seraya berdoa “Ya Allah aku memohon kepadaMu atas kebaikannya dan kebaikan wataknya dan aku berlindung kepadamu atas keburukanya dan keburukkan wataknya”.
Nida pun memeluk suaminya dengan penuh kasih sayang. “Ya Allah lindungi suamiku ini dari panasnya api neraka dan masukkanlah dia kepada surgaMu, dia sungguh memuliakanku, sangat memuliakanku”
“umi..besok atau kapanpun kalau perasaan naluriah umi itu datang lagi dan terus memuncak maka coba dengarkan untaian hikmah ini
Sabarlah adinda dalam penantian Kanda tengah pergi berjuang
Serukan kebenaran, perangi kebatilan untuk bekal di masa depan
Bukankah Allah pernah berkata di dalam kitabnya yang mulia
Anak dan istri, jiwa dan harta adalah ujian semata
Dengarlah suaraku, dalam munajatmu
Kuharapkan ikhlasmu, terpendam dalam qalbu
Bagi Allah yang terindu
Bermujahadahlah di dalam amanah
Tetaplah dalam fitrah
Nida pun tersenyum ikhlas, seraya bertasbih dan bertahmid kepada rabbNya. “insya Allah mas” jawabnya lembut.Karena Allah semuanya akan menjadi indah
“yuuk..kedua anak kita udah nunggu, sempatkan tilawah di dekat mereka saat mereka tertidur lelap, insya Allah nantinya mereka akan sangat akrab dengan ayat-ayat Allah.
“amin..insya Allah..
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment